Selasa, 06 Mei 2008

Pesan dari Samurai




Menurut legenda, Jepang lahir dari sebilah pedang. Para dewa mencelupkan pedang mereka dalam samudera, dan saat pedang itu ditarik, empat tetesannya kembali ke laut, dan menjadi kepulauan Jepang. Menurutku Jepang lahir dari sejumlah ksatria gagah berani yang rela mengorbankan jiwa demi mewujudkan prinsip yang terlupakan. KEHORMATAN

Itulah permulaan dari film The Last Samurai, awalan yang keren banged menurutku, yang di dalam filmnya diceritakan dengan sangat apik. Walaupun udah tergolong film lama, tapi aku ga pernah bosan untuk nonton lagi dan lagi. Banyak pesan yang bisa dipetik dari film ini, bagaimana Jepang sukses membangun peradabannya dan menjadi bangsa yang maju di dunia.

Ijinkan saya mengutip beberapa catatan dari Kapten Amerika yang ada dalam film tersebut.

1876
Aku terus tinggal di antara kelompok aneh ini. Aku tawanan mereka, maka aku tak bisa kabur.
Semua orang sopan. Semua tersenyum dan membungkuk. Tapi di balik kesopanan mereka, aku merasakan perasaan terpendam. Mereka kelompok yang menarik sekali. Sejak mereka bangun, mereka mengabdikan diri demi kesempurnaan pekerjaan mereka. Aku tak pernah melihat kedisiplinan sebesar itu. Aku terkejut saat mengetahui kata "Samurai" berarti melayani. Dan Katsumoto yakin ia memberontak demi melayani Kaisar.


Kedisiplinan, kata yang mudah diucapkan, akan tetapi pelaksanaan dan penerapan kata tersebut dalam kehidupan tidak semudah yang dibayangkan. Kaum samurai yang diceritakan dalam film tersebut memang memiliki kedisiplinan yang luar biasa besar dalam segala aspek kehidupan mereka, yang menjadikan mereka sebagai leluhur bangsa Jepang dan kemudian mewariskannya hingga saat ini.

Musim semi 1877
"Ini saat terlamaku tinggal di satu tempat sejak aku mandiri di usia 17. Banyak sekali yang tak kumengerti di sini. Aku bukan orang religius dan yang kusaksikan di pertempuran membuatku meragukan kuasa-Nya. Tapi jelas, ada sesuatu yang spiritual di tempat ini. Dan meski aku akan selamanya tak mamahaminya, aku tetap merasakan kekuatannya. Yang kutahu di sinilah pertama kali aku bisa tidur nyenyak."

Dan pada akhirnya, kaum Samurai harus berperang menghadapi kekuatan modern yang dicanangkan oleh Sang Kaisar. Katsumoto, sang pemimpin, menginginkan semangat Samurai itu tetap dimiliki oleh bangsa Jepang.
Ketika perang menjelang, Katsumoto menyerahkan sebuah pedang kepada si Kapten Amerika tersebut dengan bertuliskan,
"Aku milik seorang ksatria di mana semangat kuno dan baru, bersatu."

Ketika perang berakhir, Kapten Amerika tersebut menemui Sang Kaisar untuk menyampaikan pesan terakhir Katsumoto.

Kapten Amerika
"Ini pedang Katsumoto. Ia meminta Anda memilikinya agar semangat Samurai selalu bersama Anda. Ia berharap bersama nafas terakhirnya, Anda bisa mengenang para leluhur yang menggenggam pedang ini dan untuk apa mereka mati."

Kaisar Meiji
"Aku mengidamkan Jepang bersatu, menjadi negara kuat dan mandiri serta modern. Dan sekarang kita memiliki rel kereta, meriam, dan pakaian Barat. Namun, kita tak boleh melupakan siapa kita sebenarnya atau asal usul kita."

Pesan yang amat bagus bagi siapapun, seseorang, ataupun sebuah bangsa. Walaupun zaman modern terus menerjang, akan tetapi siapa kita sebenarnya, jati diri kita, value kita, tidak boleh dilupakan. Dan dengan pernyataan dari Kaisar Meiji tersebut, menggeliatlah Bangsa Jepang menjadi bangsa besar di dunia hingga saat ini.

Bagaimana dengan Bangsa Indonesia???
Masih ingatkah siapa kita sebenarnya? Nilai-nilai bangsa apa yang kita miliki?

Sementara bangsa-bangsa yang lain sudah berlari dengan kencang, berinovasi tiada henti, terus berkreasi dan berkembang, bangsa yang kita cintai ini justru masih berhadapan dengan permusuhan dengan teman-teman sendiri, saudara sendiri, saling menyalahkan, dsb.

Kita justru bangga dengan barang-barang buatan bangsa lain, bukannya mendukung kemandirian bangsa ini. Kita justru bangga dan berbondong-bondong untuk bekerja di perusahaan-perusahaan asing, bukannya membuka peluang kerja baru untuk saudara-saudara kita yang lain.

Bangsa ini harus bangkit, bangsa ini harus berubah, bangsa ini harus menjadi bangsa besar yang dihormati oleh negara-negara manapun di dunia. Dan perubahan itu dimulai dari kita, para pemuda!!!

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Waktu aku nonton filem ini pertama kali bagus banget, udah ngena feelnya. Lebih ngena lagi waktu nontonnya di training ESQ.

Kenapa? bukan masalah layarnya yang lebar (dibandingkan dengan nonton di monitor laptop). Tapi emang kadang filem itu filosofinya bagus, tapi kita sering terpesona justru karena eforia (kedahsyatana efek) daripada filosofi/nilai dari filem itu sendiri. Sip harusnya review filem seperti ini, sekalian ada nilai dan manfaat yang bisa didapatkan dari filem yang diulas

-oKKy- mengatakan...

aKu nonton fiLm ini pertama kaLi diUS,non-text indo..ud bagus.. apaLagi setelah balik indo ntn lagi yg pake text..yang artinya..nonton pilem tanpa text susah juga wah!! =P

setuju bung dengan postinganmu.. mungkin Kita perLu buat fiLm berjuduL The Last Bambu Runcing...tanpa ada pemutarbalikan sejarah.. wekZ...